
Makam Ratu Darah Putih di Kalianda
Sender.co.id - Legenda Ratu Melinting dan Ratu Darah Putih adalah salah satu cerita rakyat Lampung yang cukup terkenal. Biasanya, gelar "ratu" diartikan sebagai pasangan raja, tetapi dalam cerita ini, "ratu" merujuk pada penguasa tertinggi dalam sebuah daerah yang disebut keratuan, bukan kerajaan.
Pada zaman dahulu di Lampung, ada sebuah Keratuan Pugung yang dipimpin oleh Ratu Galuh, juga dikenal sebagai Ratu Pugung. Ratu Galuh memiliki dua putra, Seginder Alam dan Gayung Gerunggung. Seginder Alam memiliki seorang putri bernama Putri Sinar Kaca, sementara Gayung Gerunggung memiliki seorang putri bernama Putri Sinar Alam. Kedua putri ini terkenal karena kecantikan dan kelemah lembutannya.
Suatu hari, Sultan Maulana Hasanudin Banten, juga dikenal sebagai Sultan Banten, mengunjungi Lampung untuk menyebarkan agama Islam. Saat mandi, Sultan Banten melihat cahaya terang dari bumi ke langit dan merasa bahwa ada seorang putri yang bisa membawa kebaikan jika dinikahinya.
Sultan Banten kemudian berbicara dengan Ratu Galuh dan Ratu Galuh memperkenalkan cucunya, Putri Sinar Alam. Sultan Banten jatuh cinta pada Putri Sinar Alam dan mereka menikah. Namun, setelah beberapa waktu, Sultan Banten kembali ke Banten tanpa membawa Putri Sinar Alam. Di Banten, dia kembali melihat cahaya terang dari bumi ke langit dan merasa bahwa cahaya itu berasal dari Pugung, yang berarti Putri yang dinikahinya bukanlah sumber cahaya itu.
Sultan Banten kemudian kembali ke Pugung dan Ratu Galuh memperkenalkan cucunya yang lain, Putri Sinar Kaca. Sultan Banten menikahi Putri Sinar Kaca. Tidak lama kemudian, Putri Sinar Alam dan Putri Sinar Kaca melahirkan anak secara bersamaan: Kejalo Bidin, anak Putri Sinar Kaca, dan Kejalo Ratu, anak Putri Sinar Alam.
Sayangnya, Sultan Banten tidak tinggal bersama mereka dan tetap di Banten, tidak pernah mengunjungi istri dan anak-anaknya. Kejalo Ratu dan Kejalo Bidin tumbuh bersama, menjalin persahabatan, dan membuat ibu mereka bahagia meski tanpa kehadiran Sultan Banten. Mereka mulai penasaran mengapa mereka tidak memiliki ayah seperti anak-anak lain, dan sering diejek oleh teman-temannya.
Ratu Galuh merasa kasihan dan memberitahu Kejalo Ratu dan Kejalo Bidin bahwa ayah mereka adalah Sultan Maulana Hasanudin Banten. Mereka sangat antusias untuk bertemu ayah mereka, namun masih dianggap terlalu kecil untuk bepergian.
Ketika mereka dewasa, Kejalo Ratu dan Kejalo Bidin memutuskan untuk mengunjungi ayah mereka di Banten. Mereka harus melewati Muara Kuala, dan Kejalo Bidin yang melanjutkan perjalanan sementara Kejalo Ratu tinggal di pelabuhan. Kejalo Bidin berhasil menemukan Sultan Banten, tetapi Sultan tidak langsung percaya bahwa Kejalo Bidin adalah anaknya. Sultan Banten memberikan syarat kepada Kejalo Bidin untuk tidur di atas daun pisang selama tiga hari tiga malam. Jika daun pisang tidak layu, maka Kejalo Bidin dianggap anak Sultan.
Setelah tiga hari tiga malam, daun pisang tersebut tetap segar. Sultan Banten memberikan gelar Minak Kejalo Bidin dan hadiah berupa bula-bula (guci berisi air suci). Kejalo Ratu kemudian melanjutkan perjalanan ke Banten dan Sultan Banten memberikan syarat lain, yaitu menorehkan pedang di dahinya. Jika darah yang keluar berwarna putih dan merah, maka dia adalah anak Sultan. Kejalo Ratu memenuhi syarat ini dan mendapatkan gelar serta hadiah berupa kancing lawang luri, yang akan berubah menjadi keris sakti bila diperlukan.
Setelah kembali ke Pugung, Ratu Galuh memberikan kekuasaan kepada mereka. Minak Kejalo Bidin memimpin Keratuan Melinting, dikenal sebagai Ratu Melinting, sedangkan Minak Kejalo Ratu Darah Putih memimpin Keratuan Kalianda, dikenal sebagai Ratu Darah Putih. Keduanya memimpin dengan bijaksana dan adil, serta berkat hadiah dari Sultan Banten, mereka mampu mengalahkan musuh-musuh yang mengancam kekuasaan mereka. (DY)
Komentar