
Ketua tim kuasa hukum keluarga bayi Alesha Erina Putri, Adjo Supriyanto dari Kantor Hukum WFS & Rekan (22/8/2025). (Foto : Eka Febriani)
Sender.co.id - Kuasa hukum keluarga almarhumah bayi Alesha Erina Putri menyoroti adanya dugaan perbedaan harga mencolok terkait pembelian alat medis untuk operasi di RSUD Abdul Moeloek (RSUDAM).
Menurut orang tua pasien, mereka diminta membayar Rp8 juta untuk alat medis Disposable Linear Cutter Stapler, padahal harga pasaran disebut hanya berada di kisaran Rp1,4 juta hingga Rp4,5 juta.
Ketua tim kuasa hukum, Adjo Supriyanto dari Kantor Hukum WFS & Rekan, menyebut pembayaran tersebut ditransfer langsung ke rekening pribadi dokter spesialis bedah anak RSUDAM, Billy Rosan.
“Berdasarkan bukti transfer, orang tua pasien membayar Rp8 juta ke rekening pribadi dokter. Padahal, setelah kami telusuri, harga pasaran alat medis yang sama berada di kisaran Rp1,4 juta sampai Rp4,5 juta,” kata Adjo Supriyanto (22/8/2025).
Sebelum tindakan operasi dilakukan, Adjo menjelaskan bahwa dokter Billy memberikan dua opsi kepada keluarga pasien.
Opsi pertama pertama yaitu dengan operasi pemotongan usus dan pembuatan kantung stoma yang membutuhkan lebih dari satu kali tindakan operasi.
Opsi kedua yaitu tindakan satu kali operasi dengan menggunakan alat medis tambahan yang disebut tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Orang tua pasien diminta membeli alat dengan cara mentransfer dana Rp8 juta langsung ke rekening dokter untuk opsi ini.
Demi keselamatan anak, orang tua pasien Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23) asal Way Urang, Kalianda, menyetujui opsi kedua dengan membayar Rp8 juta ke rekening pribadi dokter. Namun, Alesha yang masih berusia dua bulan meninggal dunia setelah operasi.
Adjo menilai praktik tersebut berpotensi melanggar aturan, salah satunya Permenkes No. 1191/Menkes/PER/VIII/2010 yang melarang tenaga medis menyalurkan alat kesehatan langsung kepada pasien. Ia menduga dokter yang bersangkutan mendapatkan keuntungan pribadi dari transaksi tersebut.
“Pertama yang pasti soal kode etik seorang dokter. Kedua, ada dugaan tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dana dalam jabatan ketika yang bersangkutan ini tidak memiliki kewenangan melakukan penjualan alat, kemudian mendapatkan keuntungan,” pungkas Adjo.
Ia juga menambahkan, bila bukti-bukti terkait hal tersebut terpenuhi, maka sudah jelas unsur tersebut termasuk tindak pidana Pasal 372 dan 374 KUHP.
“Ketika dua hal itu didapat bukti-buktinya, maka jelas ini sudah memenuhi unsur tindak pidana penggelapan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 atau 374 KUHP kita,” Imbuhnya.
Berdasarkan hal itu, tim kuasa hukum menyatakan siap membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Kami sebagai pendamping dan penasihat hukum akan mengatur langkah untuk membuat laporan ke Kepolisian Daerah Polda Lampung,” sambung Adjo.
Komentar